Berislam Cara Teroris
Suatu ketika saya dengan mendengarkan khutbah Jumat yang diisi seorang ustadz. Ustadz-nya bukan penduduk perumahan saya, tapi dia lumayan terkenal. Materi yang dia bawakan temanya sangat penting, yaitu soal aqidah dan kesyirikan. Tapi, begitu tersentaknya saya ketika mendengar dia memaparkan tesis dia. Aduh, beliau ini sarjana fiqh dan ushul fiqh Madinah. Tapi, cara dia berkeyakinan bagi saya tidak ada bedanya dengan teroris.
Dia bilang, kita tidak bisa menyerahkan pemilihan ideologi (mungkin yang dimaksud adalah aqidah) pada akal manusia. Karena, akal manusia itu berbeda-beda. Akalnya penduduk Jogja dan penduduk Solo berbeda. Akalnya orang yang ngalap berkah dengan tahi kerbau dan limbah cucian pusaka berbeda. Akal dan logika harus tunduk pada wahyu. Wahyu itu dibawa oleh Rasulullah SAW, sementara orang-orang lain tidak berhak mengklaim kebenaran kalau tidak mendapatkan wahyu dari Allah. Celakanya, potongan ayat terakhir yang dia kutip adalah, "afalaa ta’qiluun". Duh, ini gimana. Saya jadi pusing sendiri. Walaupun aneh juga, kenapa saya harus pusing ya? Orang lain yang bingung, kenapa jadi saya yang pusing.
Saya kasih tahu mengapa tesis dia bermasalah, bahkan masalahnya sangat besar. Mari kita andaikan ada sebuah agama bernama "Mie Bakso". Agama ini menyatakan bahwa barangsiapa menyembelih perawan di hari ketigabelas di tahun kabisat untuk dijadikan daging bakso, maka semua yang memakan bakso itu akan masuk surga. Nah, pemuka agama "Mie Bakso" ini mengaku bahwa dia adalah utusan tuhan. Dan, sama juga, dia mengatakan kalau akal dan logika itu harus tunduk terhadap wahyu. Agama ini menyatakan kalau dunia ini datar dan matahari bentuknya bukan bulat, tapi segilima. Langit itu berlubang-lubang menutupi "matahari" tadi. Lubang kecil sinarnya akan menjadi bintang, sementara lubang besar sinarnya akan menjadi matahari. Gawat kan? Ini namanya double kill. Sudah goblok, biadab pula.
Barangkali dia tidak ngerti filsafat. Wajar kali ya, bisa jadi karena dia mengharamkannya. Tapi gini aja deh. Saya kasih tau rumus gampang apa itu akal. Akal itu kemampuan manusia untuk menentukan apakah sesuatu itu pasti, mungkin, atau tidak mungkin. Dah, itu aja! Nah, apa jadinya kalau orang itu nggak punya akal? Ya gila. Gak bisa hidup. Gak bisa jual beli di pasar. Ya paling sekedar kalo lapar makan, kalau ngantuk tidur, kalau kebelet berak. Apa akibatnya kalo punya akal tapi tidak dipakai dengan benar? Ya cukup goblok aja. Bisa jual beli di pasar, bahkan bisa ceramah di masjid, tapi, tetep aja percaya bumi itu datar.
Sekarang balik ke topik, saya mau tanya, kalo anda itu nggak Islam sejak lahir, kira-kira kalau ditawari agama yang sejak awal tesisnya sudah begini dan pemuka agamanya percaya kalau bumi ini datar, kira-kira anda bakalan terima agama ini apa nggak? Nggak bakal kan? Nah! Kalau Tuhan mau ngasih agama pada kita, maka agama itu akan sesuai dengan akal. Bahkan harusnya akal akan ngomong, nggak mungkin nggak ada Tuhan. Karena manusia menentukan benar dan salah pakai akal. Apakah agama Tuhan sedemikian katroknya, sehingga tidak bisa ditinggikan dari agama-agama palsu lain yang tidak masuk akal? Sekarang, mana yang harus didulukan, akal atau agama? Jelas akal dong!
Lalu gimana dengan alasan dia bahwa akal itu bisa beda-beda? Bukan akal yang beda-beda. Yang beda-beda itu pengalaman dan pengetahuan manusia. Akal itu universal. Cuma, memang manusia seringnya gak mau pake. Ya sudah, gitu jadinya. Mangkanya, belajar filsafat sana. Takut sesat? Ehem, kira-kira siapa yang lebih sesat, orang yang pake akal atau yang nggak pake akal? Takut masuk neraka? Lah, ditakut-takutin sama barang yang nggak jelas ada atau nggaknya kok mau-mau aja. Situ waras?
Sekarang gini deh. Kita berandai-andai. Walaupun ini rada absurd, tapi gakpapa lah. Seandainya kita pake akal terus kemudian ketemu Tuhan di neraka, terus Tuhan tanya, "Mengapa kamu tidak beriman?". Kita bisa jawab, "Duh Gusti, saya sudah berusaha mencari jalan menuju Gusti, tapi ndak ketemu." Paling tidak kita punya alasan. Kalo ternyata kita nggak pake akal terus masuk neraka, kita punya alasan apa coba? Nggak ada! Gimana kalo ternyata masuk surga, baik pake akal maupun ndak? Ya ndak usah dibahas. Udah kadung masuk surga, mau dibahas apalagi. Gimana kalo ternyata Tuhan nggak ada? Sampeyan orang-orang beragama hidup dalam kebohongan dan ketakutan selama berpuluh-puluh tahun. Rugi nggak tuh! Mending dulu pake akal, terus bisa menikmati hidup di dunia. Mau pake kemungkinan apa aja, pake akal lebih untung daripada nggak pake akal.
Oke, saya tidak bermaksudkan memurtadkan anda. Katakanlah Islam itu benar. Nah, ajaran-ajaran dari pemuka agamanya belum tentu. Paling tidak, kalau anda merasa Laa ilaaha illallaah itu masih masuk akal, anda bisa lakukan satu hal. Anda jangan ikut pengajian yang ustadznya menyesat-nyesatkan filsafat dan mencaci-maki Aristoteles. Anda jangan ikut pengajian yang ustadznya ngomong kalau bumi itu datar. Bahkan yang ngeles pun jangan ikut. Ngeles? Iya, yang bilang, "Kita tidak diwajibkan untuk mengetahui kalau bumi itu datar atau bulat". Yang salah kutip pun gak boleh ikut. Yaitu, mereka yang bilang, "Kalau menurut para ulama, bumi itu bulat." Iki piye toh? Urusan Fisika yang bisa dibuktikan sama anak SMP kok masih tanya sama ulama. Harus tegas jawabannya. Misal, ustadz atau kyai yang ngomong, "Ngono mbok takokke!", tentunya itu penegasan bahwa bumi itu bulat. Kenapa gitu? Wong mikir barang yang kelihatan aja nggak lurus, suruh ngajar barang yang gaib. Mana bisa dipercaya?