Coffee Grinder Pembawa Fitnah

Baru-baru ini saya membeli sebuah coffee grinder untuk mengganti blender yang sudah tidak mencukupi kebutuhan saya akan bubuk kopi yang halus. Sebagai seorang yang awam soal permesinan, ukuran saya saat membeli barang ini cukup sederhana. Saya cuma melihat apakah review produk ini bagus apa tidak di toko-toko online. Kemudian, tentu saja saya melihat fitur-fitur yang ditawarkan, apakah sesuai dengan kebutuhan saya atau tidak. Dari situlah, pilihan saya kemudian jatuh ke sebuah mesin penggiling kopi murah bermerk HL 600N. Fitur tambahan yang sebenarnya kurang saya butuhkan adalah kehalusan gilingannya bisa diatur. Kelihatannya mantap bukan? Ternyata, kedatangan mesin ini menimbulkan kegeraman dan sumpah serapah yang mengurangi kebahagiaan saya menikmati kopi berkafein tinggi. Dari sinilah saya kemudian jadi teringat sebuah buku karangan Don Norman, “The Psychology of Everyday Things”. Walaupun saya ini bodoh secara visual apalagi spasial, saya tetap tidak buruk-buruk amat kalau untuk urusan UX atau user experience. Karena itu, saya ingin sekali lagi bersumpah serapah soal mesin ini.

Dalam bukunya Don Norman itu, diceritakan bahwa kalau banyak sekali pengguna tidak bercerita kesulitan mereka ketika memakai suatu alat yang rumit. Ternyata, mereka takut kalau dianggap bodoh. Pikir mereka, kesalahan itu disebabkan karena mereka belum mengerti cara menggunakannya. Padahal, harusnya alat yang baik itu bekerja sebagaimana maksud penggunanya. Kalau perlu, bahkan dibuat menjadi poka yoke supaya aman dari kesalahan penggunaan. Dalam hal ini, “dosa-dosa” distributor dan pembuat HL 600N ini banyak sekali.

Fitnah-fitnah HL 600N

Manual Yang Menipu

Saya tidak ingat persisnya isi manualnya, tapi kata-kata yang saya ingat adalah “jangan dibuka sendiri, minta tolong pada tukang servis” atau kira-kira seperti itulah. Ya sudah, saya tidak buka-buka itu mesin. Begitu dibuka dari bungkusnya, langsung tancap gas saya pakai. Ada 8 tingkat kehalusan, saya pilih yang nomer 2 yang katanya hampir sehalus untuk espresso dan bisa dipakai untuk moka pot.

Alangkah terkejutnya saya ketika ternyata bubuk kopi yang dihasilkan ternyata lebih kasar dari blender yang sudah sekian lama mengecewakan saya. Saya bahkan sempat menipu diri sendiri dengan bilang kepada istri saya bahwa “hasilnya lebih homogen dibanding blender, kok”. Tapi, itu pada dasarnya adalah kekafiran intelektual yang hakiki. Astaghfirullahal’azhiim. Mudah-mudahan nggak lagi deh. Mudah-mudahan, saya dijauhkan dari yang begitu-begitu lagi. Ya, gimana ya, apa yang saya bayangkan dari cara kerja grinder vs blender ternyata hancur lebur berantakan. Bayangan saya, grinder akan selalu lebih baik dan lebih rata hasilnya karena dia menggerus biji dan bukan memecah biji.

Desain Yang Menipu

hl600n

Kira-kira sepuluh detik kemudian, penggilingnya macet walaupun mesinnya terus mendengung. Kemudian saya ingat bahwa di manualnya, tertera bahwa mesin ini punya fitur pengaman yang berhenti menggiling jika ada barang keras seperti paku atau batu tersangkut di dalamnya. Akan tetapi, yang saya masukkan itu cuma biji kopi! Biji kopi ya kerasnya segitu! Mesin yang sedang saya pakai ini adalah penggiling kopi! Penggiling kopi yang macet karena menggiling biji kopi karena dianggap terlalu keras? Lebih baik mesin seperti ini dibuang saja, begitu pikir saya waktu itu.

Isteri saya tiba-tiba nyeletuk, “Mungkin biji kopinya kebanyakan.” Saya mengerutkan dahi. Bahkan saya isi sampai separuh tabung saja tidak ada. Tapi, demi mengobati rasa kesal dan penasaran saya, saya ikuti apa kata dia. Kali ini, saya masukkan biji kopi segenggam demi segenggam. Dan, benarlah bahwa kali ini si mesin tidak macet lagi. Alamak, ini mesin gini amat ya?

Penggerak yang Letoi

Satu hal yang cukup membuat saya terganggu namun tetap bisa saya maklumi adalah mesin ini gampang panas. Belum ada lima menit dipakai, bagian pantatnya sudah mulai terasa menyengat. Tidak apa-apa lah, karena sekali menggiling hasilnya baru habis dua minggu kemudian.

Berdamai dengan Keadaan

Selama dua minggu kemudian, tidur saya terganggu karena menghabiskan ratusan ribu demi sebuah mesin yang tidak ada manfaatnya. Hingga suatu ketika, adik ipar saya datang untuk meminjam mesin ini. Komentar dia sih, tidak ada masalah karena dia menggilingnya untuk kopi tubruk, bukan untuk espresso atau moka pot. Rasa penasaran saya sebagai seorang enjinir terusik. Mau biasanya berurusan dengan barang gaib atau barang wujud, sekali enjinir tetaplah enjinir. Iseng-iseng, saya mencari-cari video di youtube soal mesin HL 600N ini.

Kalibrasi, hal wajib yang terlupakan

Satu hal yang saya cari adalah tentang bagaimana mendapatkan biji kopi yang halus. Akhirnya, entah bagaimana saya mampir di video tentang kalibrasi mesin ini. Dikatakan bahwa kalibrasi diperlukan setiap beberapa bulan sekali, karena pegas untuk menahan kedua gerindanya akan mengendur tekanannya jika terlalu lama didiamkan dalam keadaan tertentu. Lagi-lagi saya mengerutkan dahi, karena pegasnya kan ditekan, bukan ditarik?

Baiklah, saya ikuti mentah-mentah video tentang cara kalibrasi itu. Saya buka mur depan si penggiling, lalu saya putar piringan di dalamnya searah jarum jam hingga mentok. Kemudian, saya pasang kembali. Saya coba untuk menggiling kopi. Kali ini, saya setel ke angka 8 yang katanya paling kasar. Duh, hasilnya jelek sekali. Bahkan pasir di kali pun lebih halus dari “bubuk” kopi angka 8 ini.

Menelusuri masalah hingga ke akarnya

Ternyata, manual itu tidak ada gunanya. Harusnya dibuang saja. Mesin ini harus dirawat secara berkala, termasuk juga dibersihkan dan dikalibrasi. Dan, cara membersihkannya memang harus dibuka dan dibongkar. Karena saya penasaran, saya bongkar bagian gerinda yang tepat berada di bawah penampung biji kopi. Ternyata, ada potongan-potongan biji kopi yang menyangkut di pinggir-pinggir sepasang gerinda tersebut. Saya bersihkan potongan-potongan itu, lalu saya tutup dan saya kalibrasi ulang sesuai petunjuk video yang entah punya siapa.

Akhirnya, saya mendapatkan bubuk kopi yang halus sesuai harapan. Ini dia yang saya cari! Walaupun menggiling dengan mode halus ini ternyata membuat mesin lebih cepat panas dan ngadat. Saya harus mematikannya terlebih dahulu baru selama lima menit baru bisa melanjutkan menggiling. Tetap saya merasa lega. Karena, itu artinya ratusan ribu tidak jadi terbuang percuma.

Sebuah berita mengejutkan

Ternyata, HL 600N adalah copycat dari mesin Latina 600N yang jauh lebih mahal. Saya sih tidak peduli apakah suatu barang itu copycat dari barang lain ataukah asli dari perancangnya. Yang penting bagi saya, suatu barang yang bagus haruslah sesuai yang dibayangkan oleh penggunanya. Kalau memang barang ini tidak bisa memuat banyak biji kopi, ya tolong diperkecil ukuran tabungnya. Kalau memang gampang panas, ya tuliskan di manual mesin ini setelah dipakai 5 menit untuk diistirahatkan terlebih dahulu. Kalau memang perlu dikalibrasi, ya tuliskan di manual. Kalau tidak, kenapa sih tidak dikalibrasi dari pabrik sekalian? Apa susahnya coba?

Teman saya yang mengerti mesin menyarankan untuk mengoprek mesin KW tapi asli ini. Motornya diganti dengan yang lebih kuat, dan batas torsinya diperbesar supaya bisa menghancurkan biji kopi yang keras. Tapi, saya kan enjinir barang gaib, sementara dia enjinir barang wujud. Bahkan, sebagai enjinir barang gaib pun saya tergolong yang sangat teoretis dan konseptual. Lagipula, saya juga tidak yakin kalau idenya bakalan mulus dijalankan. Namanya barang wujud bakalan banyak masalah yang tidak sesuai teorinya, dan itu mengesalkan. Saya puas dengan berceloteh di sini saja.