Square One: Islam Radikal Sosialis Progresif

NHL DD Metastatic Undifferentiated Carcinoma

Itulah adalah catatan ketika saya menerima hasil pemeriksaan benjolan di leher kanan saya kira-kira tiga bulan lalu. Tahu artinya apa? Ya, kalo nggak saya kena kanker kelenjar getah bening ganas, ya kanker stadium akhir yang peluang selamatnya di bawah 50%. Rasanya gimana? Ya nggak gimana-gimana! Tahu kalo mau mati kok ditanya rasanya gimana. Rasanya ya takut! Habis takut terus gimana? Terus semua hal jadi terasa gak penting. Padahal ya, waktu itu saya baru sebulan keterima kerja lagi setelah enam bulan nganggur. Eh, lha kok ya…​ .

Di antara masa-masa penantian, dioperasi sampai mondok diiris leher saya untuk biopsi lanjutan, saya nangis sampai dua kali. Sambil nangis, sambil saya mikir, kalo saya mati, kira-kira yang akan terjadi apa ya? Coba, kalo kalian, kira-kira kalo kalian mati, apa yang terjadi? Mati, habis, selesai, gelap, hampa, gak ada apa-apa? Ya jelas, kalo situ ateis. Tapi, kalo emang orang ateis itu benar, gimana hayo? Kalian pernah mikir gitu nggak?

Radikal

Kalian yang punya agama, pernah nggak mempertanyakan kalo agama kalian itu benar dari Tuhan? Kalo benar dari Tuhan, kok ndak masuk akal? Tuhan Maha Kuasa kok gak bisa gitu, bikin alam semesta yang sesuai sains. Yang salah agamanya atau sains-nya? Kira-kira yang mana? Yang salah sains? Ah, ente mah kaum bumi datar! Mau besok mati mau nggak, tetep aja yakin bakalan masuk surga. Jelas aja, bumi yang gamblang aja dibilang datar, apalagi surga yang gaib.

Ya gitu, saya mau mati malah mikir yang nggak-nggak. Malah mlipir-mlipir kafir. Kalo anda mbatin, "Ini orang gimana sih, nanti kalo matinya kafir bagaimana?" Guoblok! Justru mau mati itu harus punya keyakinan yang benar. Ini, saya kasih game theory. Kalo ternyata Tuhan itu ndak ada, maka sisa hidup saya akan diperbudak oleh hal-hal nggak penting. Mending saya seneng-seneng ngabisin uang toh ya. Mati kan juga anak isteri saya gak dibawa. Kalo perlu ngutang. Kan nggak perlu mbayar, wong sudah mati. Kalo ternyata Tuhan itu ada, maka sisa hidup saya akan dihabiskan untuk ibadah. Untung saya tahu kalau mau mati. Kalo nggak, saya mati di pagi hari setelah malamnya ngebir, kan celaka. Kalo ternyata Tuhan itu ada, tapi kita salah agama? Nha makanya saatnya kita harus mikir yang tidak-tidak. Jangan sampai kita ketemu Tuhan, terus Tuhan bilang, "Kamu itu sudah dikasih umur panjang buat mikir, apa nggak cukup?"

Untung saya sudah memulai mikir yang tidak-tidak sejak puluhan tahun lalu. Jadinya, pas kemarin ada berita mau mati itu, ya tinggal pengayaan ulang saja.

Tuhan ada atau tidak? Ada dong! Masa iya alam semesta menciptakan dirinya sendiri. Tuhan satu atau banyak? Ya jelas satu! Kalo banyak nanti pas Tuhan-tuhannya bertengkar, buminya bingung mau disuruh ngorbit matahari atau ngorbit Jupiter. Tuhan itu menyatu dengan makhluk-Nya? Itu namanya jeruk menciptakan jeruk. Jelas namanya Tuhan itu beda sama makhluk-Nya.

Nah, yang tadi itu rada gampang, selanjutnya rada susah dikit. Apakah kebenaran Tuhan bertentangan dengan ilmu alam? Menurutmu? Ilmu alam itu ilmu mengamati ciptaan Tuhan. Tuhan yang gak sesuai akal ya bukan Tuhan saya. Tapi Tuhan bilang penciptaan alam semesta itu enam hari, bukan milyaran tahun. Ya iya, enam hari, tapi Tuhan juga bilang suka-suka Dia apakah satu hari itu 1.000 tahun atau 50.000 tahun, atau bahkan mungkin berapapun. Masa iya? Ya iya! Kitab suci kita beda kali, jadinya kita bicara Tuhan yang beda. Wah, beda ya, ati-ati kamu nanti mati masuk neraka. Lah, udah dibilang saya sudah puluhan tahun mikir yang tidak-tidak, nggak cuma kerja terus atau main terus. I did my homework. Kamu gimana? Gimana seandainya kamu mati besok? Siap ditanya sama Tuhan?

Yakin kalo kamu tidak "wishful thinking"? Ya, gimana ya…​ . Saya itu orangnya paranoid dan insecure, jadi apa-apa dipikirin. Gimana kalo nabi Muhammad itu nggak ada? Ada kok! Koin Islam jaman khalifah itu bukti nyata. Tulisannya "Muhammad Rasulullah". Gimana kalo Quran itu karangan nabi Muhammad? Mana bisa orang yang dilahirkan oleh suatu peradaban terbelakang, justru menciptakan peradaban baru yang jauh lebih sophisticated. Tetep tidak bisa, alam pikirnya terbatas di mana dia dilahirkan. Kecuali, kalo mungkin seseorang itu dari tahun 2024 terus kemudian mati ketabrak traktor yang lagi jalan pelan, bangun-bangun sudah di abad pertengahan. Bagaimana kalo Quran itu sudah nggak asli? Haisy, nggak usah mengada-ada. Saya sudah baca banyak soal ahruf, qiraat dan mushaf San’a. Nabi Muhammad itu nyontek Yahudi dan Kristen? Yakin, kok lebih masuk akal Islam? Mana ada nyontek kok nilainya lebih bagus. Yang nggak belajar siapa, yang dituduh nyontek siapa.

Ah, tetep saya nggak yakin sama yang namanya agama! Islam pun tidak masuk akal, tidak sesuai teori evolusi. Kalo bumi datar bisa dilihat dan dibuktikan ulang. Bisa diamati dan direproduksi. Kalo evolusi? Good luck mereproduksi teori evolusi. Ah, kamu curang, bisanya cuma dialog imajiner. Kalo diskusi langsung pasti gelagapan. Ya, biarin, tulisan juga tulisan saya. Kalo nanti mati yang mati juga saya. Kamu gimana, siap mati besok pagi?

Ya gitu, radikal itu gitu. Radikal itu bukannya asal nurut ulama terus tiba-tiba diajak jihad mau, termasuk "jihad" milih presiden. Radikal itu mengakar, menggali pehamaman sesuatu sampai ke akar-akarnya. Berat ya obrolannya? Ya jelas berat! Obrolan orang mau mati gimana nggak berat.

Sosialis

Islam adalah agama rahmatan lil alamin. Buktinya jelas, semua surat dalam Al-Quran, kecuali satu, dimulai dengan "bismillahirrahmaanirrahiim". Allah itu sayang banget sama hamba-hamba-Nya, dan akan selalu sayang selama-lamanya. Dengan kacamata itulah, saya memahami Islam. Makanya, ketika saya membaca soal Yahudi dan Nasrani di awal Al-Quran, pandangan saya jadi berubah drastis. Orang-orang Yahudi ini, ngeyel minta ampun. Tapi mereka tetep tauhid. Karena itu, sengeyel-ngeyelnya mereka, tetep diomelin terus-menerus oleh Tuhan Yang Maha Pemurah. Kadang-kadang dihukum, namanya juga anak bandel. Tapi tetep saja nggak dimusnahkan. Ya padahal kalo Allah mau, tinggal dimusnahkan tho?

Karena itu, saya menganggap Yahudi dan Nasrani itu masih disayang sama Allah. Buktinya mereka masih disebut-sebut. Artinya mereka disuruh kembali. Dan, anda tahu musuh besar Yahudi? Iya, betul, Firaun. Firaun dan kaumnya, itu juga berkali-kali diberi peringatan, bahkan sampai diberi wabah. Artinya, nggak ada kaum yang dimusnahkan kecuali memang mereka itu sudah mentok kafirnya. Sudah nggak bisa dikasih tahu, malah makin menjadi-jadi.

Makanya, orang murtad itu seharusnya tidak dibunuh. Kalo dibunuh, mereka terputus kesempatannya untuk bertobat. Yahudi aja dikasih kesempatan berkali-kali. Ini baru sekali, apalagi orang murtad cuma sebiji, bahayanya apa sih? Nah, kecuali kalo yang murtad orang sekampung, terus bawa parang sama golok membunuh orang-orang muslim.

Allah itu sayang pada semua makhluk-Nya. Tapi, kalo ada manusia satu berbuat jahat pada manusia lain, kira-kira apa yang terjadi? Orang tua yang kedua anaknya yang disayang saling berkelahi, pasti bisa sedikit berandai-andai. Tentu saja yang makhluk yang nakal harus dihukum, tapi bukan berarti Allah berhenti sayang kepadanya.

Makanya akhirnya saya punya prinsip, hidup di dunia itu ati-ati jangan sampai kuwalat. Jangan pernah kasar sama orang miskin yang sopan. Jangan-jangan mereka itu manusia-manusia kesayangan Allah yang lagi diuji. Jangan galak-galak sama anak kecil, apalagi balita. Mereka itu sudah lemah, akalnya belum sempurna. Allah menitipkan mereka pada kita, supaya kita membagi rahmat-Nya kepada mereka. Kuwalat kalo sama orang yang lebih kuat itu biasa. Namanya itu tidak bersyukur. Kuwalat sama orang tua, kuwalat sama ulama, bahkan kualat sama orang yang ngasih gaji. Tapi, kita harus sadar, bahwa orang-orang yang disayang Allah itu banyak di antara orang-orang yang lemah.

Progresif

Ternyata, saya tidak jadi mati kanker. Kok bisa? Ya gak tau. Dari hasil biopsi sedot, patologi bilang kalo nggak NHL ya kanker stadium 3 atau 4. Dari hasil biopsi iris, patologi bilang kalo NHL. Dokter bedah mengiyakan. Dari hasil imunohistokimia, katanya bukan. Dokter Sub Sp. Onkologi nyuruh saya biopsi lagi. Ya kali benjolannya tumbuh lagi, wong sekarang sudah ilang. Bagaimanapun, alhamdulillah.

Tapi, kejadian ini membuat saya belajar satu hal, yaitu tawakkal terhadap akhirat. Saya merasa mendekati end game. Gimana ceritanya? Jadi begini…​ .

Bukan Tobat tapi Nyadar

Kira-kira 25 tahun yang lalu, saya nyadar kalo beragama itu harus serius Dan, agama itu harus masuk akal. Kalo nggak masuk akal ditinggal saja. Lama banget saya dalam keadaan ini. Agama akhirnya jadi semacam hard truth. Objektif dan tegas. Cuma, ya nggak enak dijalaninya. Jadinya benar-salah dan hitam-putih. Nggak sholat, dosa. Boncengan sama pacar, dosa. KPR konvensional, riba, jelas dosa. Ya namanya beragama cuma pakai akal.

Tawadhu

Baru sekitar dua atau tiga tahunan terakhir, saya benar-benar memaknai apa itu tawadhu. Memaknai lho ya, bukan mengamalkan. Jadi gini, kalo orang kekinian bilang, setiap manusia itu adalah sekumpulan privilege. Kegantengan, kepandaian, kekayaan orang tua, dan kelahiran di Indonesia, itu semua privilege. Privilege orang beda-beda, artinya amal tiap orang punya nilai yang beda-beda di mata Allah. Orang pinter gak belajar dapat nilai 10. Orang biasa saja belajar 3 jam tiap hari dapat nilai 7. Mana yang lebih mulia di mata Allah? Bisa jadi bukan dua-duanya. Kali aja yang paling mulia adalah yang belajarnya biasa-biasa saja, nilai cuma 5, tapi ikhlas mencari ridha Allah.

Nggak hanya itu. Tinggal di samping masjid, punya bapak imam rawatib, itu juga privilege. Bahkan kemampuan melakukan amal shalih itu juga privilege. Pernah denger yang namanya burnout? Pernah pengen banget melakukan sesuatu, tapi jadi stres sendiri karena nyentuh aja ogah? Privilege yang ini yang sering dibilang dengan taufiq.

Lanjut…​ . Ada orang melakukan dosa karena terpaksa. Ada orang suka marah-marah bukan karena jahat, tapi karena jatahnya sudah harus minum obat penenang secara rutin. Yang salah kalo gak mau minum obat. Ada orang yang bakatnya itu memang mata keranjang, sementara ada orang lain yang biasa-biasa saja sama perempuan. Tentu saja bebannya beda bagi mereka kalo liat mbak-mbak lewat pakai celana pendek.

Ya begitu itu. Intinya, hanya karena kita mampu melakukan ketaatan, bukan berarti kita lebih baik dari orang lain. Kalo ada orang melakukan kemaksiatan, kewajiban kita adalah mengingatkan. Kalo ada orang melakukan kezaliman, kewajiban kita adalah menghentikan dan mencegah kerusakan lebih lanjut. Nggak usah dipikir mana yang kedudukannya lebih baik di mata Allah. Boleh jadi memang dia lebih baik, tapi kita tetep salah karena diam saja pas dia lagi kena jatah berbuat dosa.

Artinya, sombong itu sebenarnya jadi tidak masuk akal lagi bagi saya. Tapi ya, kalau punya bakat sombong ya sesekali tetap keluar. Masih, nggak ilang sampe sekarang. Dikasih tau rada susah, dibilangin gak nurut, dan sering mengabaikan pendapat orang lain. Pengennya selalu bener terus. Padahal kan ya, itu gak mungkin.

Sabar

Sabar adalah hal yang kalau bisa saya skip. Gara-gara habis nonton youtube ngaji Gus Baha, saya kepikiran jadi wali enak ya, punya kedudukan tinggi di sisi Allah. Tau nggak, besoknya tiga hari tiga malam, saya demam dan pusing. Duh, kapok, nggak pengen ya Allah, saya orangnya nggak bisa sabar. Saya ndak potongan wali. Yang penting masuk surga wis.

Kalopun kadang kayaknya sabar, kadang-kadang karena kepaksa. Ya gimana, wong dipecat dan nganggur, nggak sabar gimana. Ya gimana, wong demam, nggak sabar gimana. Ya gitu deh.

Syukur

Syukur itu pasangannya sabar. Dan ini yang jauh lebih mudah dilakukan tapi sering dilupakan. Bisa makan, makanannya asin pedas, alhamdulillah. Daripada nggak bisa merasakan sama sekali? Bisa tidur-tiduran sambil ngopi, alhamdulillah. Daripada sakit tiga hari tiga malam? Kerja harus lembur tiap hari, alhamdulillah. Daripada nggak kerja?

Nah, kan, lebih gampang syukur kan daripada sabar. Bahkan ada yang namanya ajaran "tahadduts bin ni’mah". Kalo dapat nikmat, ceritakanlah kepada orang lain. Itu, di akhir surat Adh-Dhuha. Ya, utamanya nikmat iman dong. Tapi, kalo nikmat baru beli mobil, cerita-cerita tapi kok temen2nya nggak diajak jalan-jalan ya itu bikin ngiri.

Jangan lupa, syukur itu ada adabnya. Selain tentu saja wajib bersyukur langsung kepada Allah, kita juga harus bersyukur kepada penyebab kenikmatan. Dirawat orang tua, ya harus selalu hormat dan sayang sama mereka. Dikasih kerjaan, ya kerja keras dan rajin. Dijadiin suami, ya istri jangan dianggurin.

Tawakkal 1

Kemarin itu saya nganggur setengah tahun. Tiap hari buka lowongan, asal pencet kirim. Tiap pekan belajar leetcode, walo nggak maju ngerjain sorting terus. Interview ada lusinan kali, gagal semua. Sampai akhirnya saya sampai pada suatu kesimpulan, tawakkal terhadap dunia itu cerminan tawakkal terhadap akhirat. Kita yakin bahwa Allah tidak mungkin menyia-nyiakan hamba-hamba-Nya. Asalkan kita takwa, pasti Allah ngasih jalan keluar. Kalo belum, berarti belum jatahnya aja. Kalo kita yakin masuk surga karena iman kita dan rahmat Allah, masa kita nggak yakin rahmat Allah di dunia juga? Allah juga menguasai dunia, gak cuma akhirat.

Tawakkal 2

Tapi lha kok, sebulan setelah dapat kerja kok muncul tawakkal part 2. Di saat itulah, akhirnya saya merasa mulai mendekati end game. Di dunia ini, yang penting adalah ridha Allah. Apapun yang kita lakukan, semua karena kita ingin mengharap keluasan rahmat-Nya, baik di dunia dan di akhirat. Dalam bulan-bulan bolak-balik kontrol ke rumah sakit dan cek lab ini itu, saya benar-benar dihadapkan pada peluang mati segera. Sampai akhirnya saya mbatin, ya sudah lah, gakpapa besok mati. Allah itu rahmat-Nya luas, saya syahadat tiap hari dan nggak suka nyolong atau niduri isteri orang.

"Cherry on the top" dan "makan gudeg pake sambel"

Jika memang di dunia ini mencari ridha Allah, terus ngapain? Cuma gitu thok? Ketika saya berpikir seperti itu, lewatlah di youtube saya link DHH dan ThePrimeagen. Oh, ini ternyata cara menikmati hidup itu. Bahwa ketika yang ada dalam pikiran kita bekerja keras untuk mencari ridha Allah, yang kebayang cuma kerja kerasnya. Belum apa-apa sudah capek duluan. Jangan lupa bahwa Allah menyediakan yang enak-enak di dunia memang untuk dinikmati. Yang nggak iman aja kebagian, apalagi yang iman. Dan, video itu menyadarkan saya, salah satu cara programmer (DHH) bisa menikmati hidup. Habis nonton itu saya langsung "meledak". Kerja itu memang ibadah, tapi nggak harus dirasakan sebagai ibadah thok. Makan itu untuk nyambung hidup, tapi kalo bisa makan gudeg pake sambel, kenapa cuma makan nasi putih doang?

Makna Progresif

Saya berkeyakinan, bahwa jadi orang Islam itu harus progresif. Yang Allah inginkan dari kita adalah kita bisa memaksimalkan semua apa yang dikasih oleh Allah kepada kita. Kalo soal dunia, ya mengasah bakat kita, menjaga kesehatan kita, dan menikmati dan mensyukuri rizki Allah kepada kita. Kalo soal akhirat, ya terus menerus menyucikan jiwa dari emosi-emosi negatif yang membahayakan diri kita dan orang lain. Itulah cara saya mendapatkan ridha Allah.

Square One dan Ransel

Segitu panjangnya perjalanan saya, akhirnya saya balik lagi. Muter. Saya merasa kembali jadi Wijaya yang dulu lagi. Yang jelas, saya akhirnya tahu bagaimana menjalani hidup. Saya tahu bahwa saya cuma hamba Allah yang biasa-biasa saja, yang imannya pas-pasan. Tapi, saya pede karena yakin bahwa Allah itu Arrahman dan Arrahiim. Bekal saya insya Allah cukup, gak usah bawa banyak-banyak.

Iman yang didasari pehamaman mendalam, itu sendiri udah bekal luar biasa besar. Selanjutnya, menghindari dosa-dosa besar. Selanjutnya, selalu melakukan ibadah wajib. Selanjutnya, jangan sampai kuwalat sama orang-orang yang dimuliakan dan disayang Allah Selanjutnya, selalu memaafkan, jangan pernah punya dendam, jangan pernah punya pikiran menagih keburukan seseorang di akhirat. Selanjutnya, jangan membiasakan dosa kecil, spontan aja kalo nggak tahan. Selanjutnya, merutinkan yang sunnah muakkadah.

Ya wis, gitu thok. Saya tipikal minimalis. Itu aja sudah susah untuk istiqomah. Karena Allah Maha Rahmah, nggak usah bawa bekal banyak-banyak. Entar sampai sana juga dikasih lagi. Cukup bawa ransel kecil saja. Biar enteng jalannya